Selamat datang di Novo Olshop ! Pilih barang yang anda inginkan dan sms atau WA ke 0838 4000 1415

Selasa, 18 Oktober 2016

Aji Saka adalah Hoax?

ajisaka

Aji Saka adalah nama seorang tokoh legendaris yang banyak diceritakan masyarakat Jawa secara turun temurun di masa lalu.  Sumber tertulis tentang Aji Saka adalah Serat Momana, Serat Aji Saka, Babad Aji Saka, Serat Witoradyo III, dan Serat Ajidharma Ajinirmala yang kesemuanya ditulis di atas tahun 1800.   Sumber penulisan manuskrip-manuskrip di atas juga berasal dari cerita legenda.  Maka tidak heran kaum rasionalis menganggap kisah Aji Saka tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Asal-usul Aji Saka disebut dalam berbagai versi yang berbeda antara lain bumi Majeti, Arab, India, Rum, dan bahkan Ranggawarsita mengatakan ia berasal dari Lampung.  Ketidakjelasan asal-usul Aji Saka membuat imajinasi masyarakat semakin liar dengan munculnya nama alias dari Aji Saka antara lain Haji Saka, Sangiang Aji Saka, Prabu Jaka Sangkala, Begawan Sakawayana, Purwawisesa, Sri Aji Joyoamiseni, Prabu Widayaka, Prabu Sindula, Prabu Sri Maha Punggung III, Ki Ajar Padang III, bahkan ada yang menganggapnya sebagai Syaikh Subakir dan Nabi Ishak.

Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan sederhana apakah Aji Saka benar-benar ada atau hanya tokoh rekaan.  Marilah kita bedah satu demi satu.
-----------------

Bagi pembaca yang belum pernah mendengar kisah Aji Saka, ia adalah sosok yang dianggap sebagai penemu aksara Jawa hanacaraka dan penumpas kejahatan yang dilakukan raja Dewata Cengkar raja Medang Kamulan.  Karenanya, membahas Aji Saka seharusnya tidak bisa dilepaskan dari kelahiran aksara Jawa, penanggalan Jawa, Dewata Cengkar, dan Medang Kamulan.

A.      AJI
Kata aji dalam bahasa Jawa ditulis sama dengan kata haji.  Tentu berbeda dengan istilah haji dalam Islam karena orang Jawa masa lalu memakai istilah ‘kaji’ untuk menyebut orang yang telah berhaji.  Ada yang mengartikan ‘aji’ sebagai raja atau pegangan raja.  Kalau dirunut kebelakang, istilah ini telah ada sejak berabad-abad lalu dan tercantum dalam beberapa prasasti.  Misalnya dalam Prasasti Palepangan (906 M), luas satuan tampah haji adalah sekitar 9.818 s/d 11.170 m².  Apapun artinya, kata aji telah ada sekurang-kurangnya tahun 906 M.

B.      SAKA
Kata 'saka' (çaka) mempunyai beberapa penafsiran.  Satu kelompok pendapat mengatakan saka berasal dari bahasa Jawa 'soko' yang berarti 'dari'.  Penganut penafsiran ini biasanya tidak rela kalau bahasa Jawa dan aksara Jawa berasal dari India.  Pada kenyataannya, istilah saka berasal dari bahasa sanskerta yang otomatis bukan berasal dari bahasa Jawa.  Saka sendiri merupakan nama suku Indo-Iran dari stepa Eurasia yang mendiami Rajastan, Madya Pradesh, Gujarat, dan Maharashtra.  Herodotus sejarawan Yunani Kuno abad 5 SM mengatakan bahwa semua orang Indo-Iran disebut dengan orang Scythian atau orang Saka.  Dengan demikian, istilah çaka telah dilafalkan orang pada abad 5 Sebelum Masehi.

C.      MEDANG KAMULAN
Medang Kamulan merupakan kerajaan kuno yang disebut dalam beberapa legenda berbeda dan beberapa manuskrip kuno.  Kamulan berarti permulaan sementara Medang merupakan kerajaan yang di kemudian hari dikenal juga dengan kerajaan Mataram Hindu.  Dengan demikian, Medang Kamulan secara bahasa bisa diartikan sebagai kerajaan pra-Medang.  Medang Kamulan merupakan kerajaan historis nyata karena disebut dalam berbagai manuskrip kuno misalnya salah satu teks lontar yang menerangkan lokasi Medang Kamulan terletak di sebelah timur Demak, seperti berikut :
“Mangka wonten ratu saking bumi tulen, arane Prabu Kacihawas. Punika wiwitaning ratu tulen mangka jumeneng ing lurah Medangkamulan, sawetaning Demak, sakiduling warung.”
Dalam kaitannya dengan Aji Saka, Medang Kamulan merupakan kerajaan yang dipimpin oleh raja Dewata Cengkar.  Seorang raja yang digambarkan sebagai raksasa zalim pemakan manusia namun bisa dikalahkan Aji Saka.  Berdasarkan prasasti Canggal, kerajaan Mdang atau Mataram Kuno berdiri tahun 732 Masehi sehingga kalau Aji Saka benar ada, ia seharusnya hidup sebelum tahun 732 Masehi.

D.      PENANGGALAN
Sebagian cerita di Jawa mengatakan bahwa Aji Saka adalah orang yang menciptakan penanggalan Saka.  Mari kita tengok cerita sejarah.  Istilah çaka memang terkenal karena menjadi tonggak penanggalan tahun Saka yang disebut juga dengan kalender Sâlivâhana.  Berbagai sumber sejarah tertulis mengatakan bahwa Śālivāhana adalah seorang raja di India.  Ia menetapkan hari 'bulan mati' bulan kesanga atau bulan Maret sebagai tanggal 1 - bulan 1 - tahun kesatu pada tahun 78 Masehi.  Kejadian penetapan penanggalan tersebut juga berada di India, bukan di nusantara.  Penanggalan Saka masih digunakan di masa sekarang oleh umat Hindu Bali dengan sedikit modifikasi menjadi Kalender Saka Bali berbentuk syamsiah-qamariah (candra-surya) atau kalender luni-solar.  Meskipun dimodifikasi, perbedaan 78-79 tahun dari tahun Masehi menunjukkan keterkaitan kalender Bali dengan kalender Sâlivâhana di India.  Dengan demikian, penanggalan Saka di Indonesia jelas berakar dari India.  Kalau Aji Saka merupakan penemu kalender Saka, maka seharusnya ia adalah Sâlivâhana.  Sayangnya tidak ada sumber sejarah tertulis di India yang mengatakan bahwa Sâlivâhana meninggalkan istananya untuk mengarungi lautan.  Kejayaan telah diraih sehingga kalau sang raja meninggalkannya akan menarik perhatian banyak orang dan pasti akan tertulis di banyak sumber.  Kenyataannya tidak ada satupun.  Sâlivâhana justru tertulis mempunyai anak keturunan di kerajaannya.  Jelas Sâlivâhana bukanlah Aji Saka.

E.       AKSARA JAWA
Aji Saka dikenal sebagai penemu aksara Jawa 'hanacaraka'.  Apakah hanaraka itu?  Hanacaraka adalah deretan awal aksara Jawa yang dilanjutkan dengan datasawala, padajayanya, dan terakhir magabathanga.  Aksara Jawa modern saat ini sedikit berbeda dengan aksara Jawa tempo doeloe yang dikenal dengan aksara Jawa Kuno (= Kawi) dan menjadi aksaranya para penyair.  

Apabila kita mendalami ilmu paleografi yang mempelajari aksara kuno, akan diketahui bahwa aksara Kawi berasal dari Aksara Pallawa (=Pallava) yang mengalami penyederhanaan bentuk huruf pada sekitar abad 8 Masehi.  Aksara Pallawa itu sendiri merupakan turunan Aksara Brahmi dan berasal dari daerah India bagian selatan.  Aksara Pallawa ini menjadi induk semua aksara daerah di Asia Tenggara (misalnya Aksara Thai, Aksara Batak, dan Aksara Birma).

Semuanya bukan tanpa bukti karena prasasti-prasasti bertebaran di Indonesia.  Marilah kita urutkan lebih detail lagi.  Huruf Pallawa pertama digunakan dalam prasasti Tugu di Bogor sebelum tahun 700 Masehi.  Huruf Pallawa terakhir digunakan dari abad 7 hingga 8 Masehi misalnya dalam prasasti Canggu.  Huruf Jawa Kuno pertama digunakan dari tahun 750 hingga 925 Masehi seperti dalam prasasti Polengan di Kalasan.  Huruf Jawa Kuno terakhir digunakan dari tahun 925 hingga 1250 Masehi misalnya dalam prasasti Airlangga.  Huruf Jawa Kuno masa Majapahit digunakan dari tahun 1250 hingga 1450 Masehi misalnya dalam lontar Kunjarakarna.  Huruf Jawa baru digunakan tahun 1500 hingga sekarang dimulai dari kitab Bonang (het book van Bonang) pada masa kerajaan Demak.  Aksara ini digunakan oleh para wali di tanah Jawa dan menyebar hingga sekarang.

Perubahan aksara-aksara tadi tidak serta-merta begitu saja.  Jadi dalam satu jaman tidak terdapat aksara pallawa akhir dan aksara jawa kuno pertama secara bersamaan, melainkan beberapa huruf pallawa berubah menjadi huruf Jawa kuno.  Istilah dibuat oleh manusia, demikian pula dengan istilah aksara pallawa dan jawa kuno.  Pada kenyataannya, aksara tersebut hanya berubah sedikit demi sedikit dalam jangka waktu ratusan hingga lebih dari seribu tahun.  Istilah kerennya adalah ber-evolusi.  Jadi aksara hanacaraka tidak diciptakan langsung makbedunduk begitu saja.  Aksara hanacaraka merupakan hasil akhir dari proses lebih dari seribu tahun. 

NYATA atau REKAAN?
Dari ulasan AJI tampak bahwa istilah aji merupakan istilah kuno sehingga bisa saja Aji Saka memang ada.  Dari ulasan SAKA, tampak bahwa istilah saka berasal dari India.  Kalaulah Aji Saka merupakan nama orang, ia pasti berasal dari India atau sekurang-kurangnya diberi nama dengan pengaruh kuat dari India.  Berdasarkan PENANGGALAN, seseorang bisa saja mempunyai nama Aji Saka setelah tahun 78 Masehi karena istilah saka mulai populer di nusantara setelah tahun 78 Masehi.  Dari ulasan MEDANG KAMULAN, tampak bahwa legenda Aji Saka berlatar waktu sebelum Mataram Kuno alias sebelum tahun 732 Masehi.  Dengan demikian, posibilitas masa hidup Aji Saka adalah antara tahun 78 hingga 732 Masehi.

Sekarang mari kita lihat dari sisi yang paling penting dan menentukan, yaitu aksara.  Dalam ulasan AKSARA, tampak bahwa aksara Pallawa berevolusi di tanah Jawa menjadi aksara Kawi kemudian menjadi aksara Jawa modern saat ini.  Era aksara Pallawa berakhir di abad 8 Masehi.  Pada saat Sanjaya menegakkan lingga pendirian kerajaan Medang (=Mataram Hindu) tahun 732 Masehi, ia memerintahkan citralekha menuangkannya dalam prasasti batu cantik menggunakan aksara Pallawa dengan bahasa Sanskerta.  Ya, aksara Pallawa masa akhir.  Aksara Jawa Kuno yang paling tua ditemukan (hingga saat ini) adalah prasasti Dinoyo berangka tahun 760 Masehi.

Berdasarkan data singkat di atas, tampak tidak logis kalau Aji Saka menciptakan hanacaraka setelah tahun 732 Masehi karena Medang Kamulan sebagai setting waktu merupakan kerajaan yang eksis sebelum 732 Masehi.  Huruf Jawa Kuno pertama kali muncul tahun 760 Masehi dan itupun belum sempurna karena masih terus berevolusi hingga diakhiri Sunan Bonang tahun 1500an Masehi.  Tiga puluh satu konsonan hidup dalam aksara Pallawa berevolusi menjadi 20 konsonan hidup dalam jangka waktu ratusan tahun.

Pengarang legenda Aji Saka ingin mengaitkan Aji Saka dengan perubahan aksara Pallawa akhir menjadi aksara Kawi awal namun ia tidak tahu kapan huruf Pallawa berakhir.  Prasasti Canggal baru ditemukan tahun 1884 Masehi.  Salah satu manuskrip yang memuat kisah Aji Saka (yaitu Babad Sengkalaning Momana) ditulis oleh Pangeran Suryonegoro tahun 1865.  Andai prasasti Canggal yang masih bertuliskan huruf Pallawa ditemukan 19 tahun lebih cepat, mungkin pangeran yang cerdas ini akan berpikir ulang dalam menulis cerita Aji Saka.

Dalam satu bagian cerita, Aji Saka digambarkan membawa 20.000 keluarga dari India.  Jumlah yang banyak namun logis saja sebenarnya karena Dapunta Hyang Shri Jayanasa penguasa Sriwijaya pernah memberangkatkan 20.000 tentara menggunakan perahu.  Demikian pula dengan Laksamana Cheng Ho yang membawa 27.000 awak dengan 307 kapal.  Kalau yang dibawa Aji Saka 20.000 keluarga tanpa keahlian kemaritiman, mereka harus dibawa oleh awak kapal yang tidak sedikit sehingga kemungkinan total manusia yang dibawa Aji Saka kurang lebih sama dengan Cheng Ho.  Jumlah yang sangat besar namun mungkin dilakukan.  Yang mengherankan adalah, tidak ada bukti tertulis yang menceritakan rombongan besar tersebut.  Seharusnya ada peninggalan prasasti, lontar, manuskrip, atau legenda mirip-mirip yang diceritakan di berbagai daerah yang dilalui oleh rombongan.  Sebagaimana terkenalnya rombongan Cheng Ho di berbagai daerah yang dilaluinya.  Dengan demikian cerita Aji Saka membawa 20.000 keluarga adalah hoax.

Selain studi paleografi, bantahan legenda Aji Saka adalah dari segi genetik.  Sebelum mengaitkan dengan Aji Saka, mari kita ingat fakta yang lebih mudah kita pahami terlebih dahulu.  Bangsa Indonesia pernah dijajah oleh berbagai suku bangsa dunia dan masih meninggalkan jejak genetik di bekas tanah jajahannya.  Maka tidak heran di Aceh masih terdapat gadis bermata biru, di Depok masih banyak indo-Belanda berlogat Betawi, di kampung arang Purworejo terdapat keturunan tentara Afrika, dan begitu pula di berbagai pelosok Indonesia masih didapati orang-orang yang penampilan fisiknya berbeda dengan suku-suku yang ada di Indonesia.  Kemungkinan besar mereka adalah keturunan genetis dari bangsa manca yang pernah singgah di nusantara.

Nah salah satu bagian dari cerita legenda Aji Saka adalah wujud Prabu Dewata Cengkar beserta kroni atau "bangsa"nya yang digambarkan sebagai raksasa pemakan manusia.  Kanibalisme bisa terjadi di berbagai belahan dunia sehingga bagian kanibalisme tidak perlu diperdebatkan.  Yang dipermasalahkan adalah genetik raksasa yang seharusnya sedikit atau banyak tetap diwariskan kepada anak turunnya.  Kalaupun Dewata Cengkar tidak mempunyai anak turun, suku raksasanya seharusnya tetap mempunyai anak turun.  Kenyataannya, di area sekitar Demak (sebagai lokasi legenda) atau daerah tertentu di Jawa tidak didapati sekumpulan manusia bertubuh raksasa dibanding ukuran manusia Jawa pada umumnya.  Yang ada hanya satu dua gigantisme yang juga terdapat di berbagai bangsa lain.  Jumlahnya hanya satu dua kasus dalam setiap negara, tidak sampai menjadi sebuah suku.  Dengan demikian, suku raksasa tersebut adalah hoax belaka.  Sama hoaxnya dengan penggambaran Aji Saka sebagai penemu hanacaraka.


Akan berbeda kalau cerita legenda tersebut merupakan karya sastra yang bermakna filosofis, maka itu sah-sah saja.  Misalnya sifat buruk dan angkara murka digambarkan dengan sosok raksasa.  Sementara cerita Dora dan Sembada asisten Aji Saka yang melahirkan hanacaraka merupakan puitisasi alfabet Jawa.  Puitisasi yang sangat indah karena rimanya konsisten dan mampu membentuk cerita.  Huruf a b c d e f g tidak mampu membentuk cerita bukan?  Aji Saka merupakan nama bermakna filosofis yang dalam.  Puitisasinya juga sangat dalam.  Namun bukan berarti harus dianggap sebagai penemu aksara yang berevolusi selama seribu tahun.

5 komentar:

  1. pendapat ini mirip dengan pendapatnya Mas Radhar Panca Dahan, Budayawan Indonesia terkemuka bahwa ajisaka cuma mitos yg dibuat imperialisme kolonialis India antas Nusantara

    BalasHapus
  2. tapi, mungkin perlu dikaji ulang, sebab ada teori lain. berikut:https://ahmadsamantho.wordpress.com/2014/03/26/legenda-ajisaka-mengungkap-zuriat-nabi-ishaq-di-nusantara-2/

    BalasHapus
  3. https://ahmadsamantho.wordpress.com/2014/03/26/legenda-ajisaka-mengungkap-zuriat-nabi-ishaq-di-nusantara-2/

    BalasHapus
  4. https://ahmadsamantho.wordpress.com/2018/05/03/atlantis-dan-budaya-maritim-nusantara/

    BalasHapus
  5. menurut saya cerita ajisaka adalah sebuah mitologi yang diyakini oleh orang jawa, dan didalam ceritanya mengandung petuah yang baik untuk di teladani oleh seorang pemimpin, terlepas dalam hal "apa cerita ajisaka nyata atau hoax" menurut saya hal ini tidak perlu dipermasalahkan terlalu dalam dikarenakan cerita ini tergolong dalam mitologi keyakinan yang muncul dan diceritakan melalui mulut kemulut sehingga tidak heran apabila kerangka atau asal- usul cerita ajisaka terkadang memiliki banyak cabang

    BalasHapus